Text
Pincalang
Selama hidupnya, Amat ikut dengan ayahnya mengelilingi lautan. Di atas perahu itu dilahirkan ibunya. Sejak berusia limatahun, di atas perahu itu pula dia belajar shalat dan mengaji dari ibunya. Ayat Amat mengajarinya menaik-turunkan layar, mengemudi, melihat bintang, merasakan angin, dan belajar mencium bau karang dari haluan, lambung dan buritan. Ia manusia Pincalang yang menghabiskan hidupnya di atas perahu.
Orang Pincalang hidup dari pulau ke pulau, membuat kopr, memasak minyak, menangkap ikan, dan membuat ikan asin. Mereka membuat arang dari kayu bakau yang sangat terkenal keharumannya dan sedikit sekali mengeluarkan asap. Mereka diajarkan oleh kearifan lokal untuk menjaga laut agar mendapatkan yang terbaik dari alam. Mereka mengarungi laut dengan melihat tanda-tanda alam.
Ketika Amat dewasa dan menikah, ia berkenalan dengan Tuan Haji dan Tuan Guru, Amat mulai belajar membaca, menulis, dan berhitung. Dia bertekad akan menyekolahkan anak-anaknya. Amat mulai belajar berdagang. Ia menghimpun semua orang-orang Pincalang untuk menjual barang kepadanya dengan harga yang sangat baik. Bukan saatnya lagi orang Pincalang dibodohi penduduk daratan.
Hingga suatu ketika modernisasi itu menghantam. Para kapitalis berlomba mengeruk keuntungan sebanyak-sebanyaknya, tanpa memerhatikan akibatnya. Hutan bakau digunduli, biota laut disapu habis. Alam menangis, tak sanggup lagi memberikan yang terbaik untuk manusia.
Ikuti kisah manusia perahu di pesisir Pantai Barat Sumatera, di Lautan Hindia yang buas dan ganas ini. Unik dan menghanyutkan!
2033-2017-SC | 813 PAS p | Secondary and Pre-University's Library (Secondary) | Tersedia - Bahasa Indonesia |
Tidak tersedia versi lain