Text
Fahmi Idris : Aktivis Tiga Zaman
Berbagai jabatan penting pernah di sandang oleh pria kelahiran Jakarta, 20 September 1943. Saat menjadi mahasiswa Fahmi muda pernah menjabat sebagai pimpinan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ketua Senat Fakultas Ekonomi UI (1965-1966), dan Ketua Laskar Ampera Arief Rachman Hakim (1966-1968) hingga menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja era Presiden Habibie dan juga Kabinet Reformasi Pembangunan dan Menteri Perindustrian dan Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi pada Kabinet Indonesia Bersatu.
Melihat sepak terjang Fahmi Idris yang memulai karier dari nol itu, Pusat Studi Sumber Daya Manusia (PSSDM) bekerjasama dengan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan PPM Manajemen meluncurkan buku berjudul ‘Fahmi Idris, ‘Aktivis Tiga Zaman’ yang berisi pendapat dari para sahabat dan juga tokoh-tokoh penting di republik ini.
Wakli Presiden Republik Indonesia, Muhammad Jusuf Kalla adalah salah satu diantara tokoh penting itu yang mengungkapkan kesannya selama mengenal Fahmi Idris. Selain itu politisi senior Partai Golkar Akbar Tandjung, Ketua Umum Golkar versi Munas Bali Aburizal Bakrie, mantan Menteri Perindustrian MS Hidayat, Ketua Tim Ahli Wapres Sofjan Wanandi, serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan serta tokoh lainnya juga mengungkapkan kekagumannya pada pria perantauan Minangkabau Sumatera Barat itu.
Dalam buku setebal 308 halaman itu, para tokoh banyak mengungkap betapa kritis, teguh dan konsistennya Fahmi Idris selama menjadi aktivis yang kemudian berlanjut saat duduk di kursi parlemen maupun saat di dalam pemerintahan dan tak jarang mereka berbeda argumen dan pandangan, namun demikian, perbedaan tersebut tidak mengganggu hubungan mereka sebagai teman dan sahabat.
Sofyan Wanadi juga mengaku punya banyak kesamaan dan banyak pula perbedaan dengan Fahmi Idris, namun pada zaman Orde Baru keduanya berjalan di rel masing-masing. Fahmi adalah aktivis lapangan dengan latar belakang organisasi kemahasiswaan sementara Sofyan Wanadi adalah pengusaha yang selalu berkutat dengan bisnis.
“Kita bersama memenangkan Orde Baru dengan jalan masing-masing. Fahmi banyak di jalanan, saya lebih banyak di dalam dan kadang banyak berseberangan,” kata Sofjan Wanandi dalam acara bedah buku Fahmi Idris Aktivis Tiga Zaman di UNJ, Rawamangun, Jakarta Timur, Selasa (15/12/2015).
Namun meski berbeda pandangan, Ia mengaku tetap berhubungan baik dengan Fahmi hingga saat ini. Mereka minimal masih bertemu dua kali dalam setahun untuk bernostalgia pada acara-acara khusus seperti peringatan Supersemar.
Mantan Menteri Pedindustrian MS Hidayat juga mengungkapkan betapa dirinya banyak berbeda pendapat dengan Fahmi saat masih aktif di dalam maupun di luar pemerintahan selain itu keduanya juga adalah politisi Golkar yang berpengaruh dan menjadi acuan politisi muda partai beringin itu dan hingga saat ini keduanya saling menghormati.
“Kami sering beda pendapat tapi tidak sama sekali membedakan pergaulan. Pernah waktu saya ulang tahun dia naik mobil dari Jakarta ke rumah saya di Bandung kemudian kembali lagi. Itu bagi saya komitmen persahabatan. Saya hormati itu,” ujar Hidayat.
Hidayat mengungkapkan salah satu momen terpenting yang sulit untuk dilupakannya pada tahun 2004, saat Fahmi sempat dipecat dari keanggotaan Golkar pimpinan Akbar Tanjung, karena menentang hasil Rapat Pimpinan Partai yang mendukung Megawati-Hasyim Muzadi sebagai calon presiden dan wakil presiden. Ketika itu, Fahmi memilih mendukung pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla.
“Saat menyatukan Fahmi dan Akbar Tandjung yang tengah berselisih dan akhirnya bisa berdamai dan saling berpelukan meskipun berbeda pandangan. Itu salah satu momen penting karena setelah itu Golkar memenangkan Pemilu dan semakin kompak,” ujarnya.
Tentunya Fahmi Idris hanya tersenyum dan sesekali tertawa mendengar komentar-komentar dari para sahabat-sahabatnya tersebut saat bernostalgia mengingat masa-masa itu.
Dia juga banyak bercerita saat masih aktif di pergerakan dan menjadi Ketua Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dalam masa pemerintahan Bung Karno. Ia juga mengingat masa-masa Orde Baru dan saat menjelang reformasi. Juga saat dirinya meringkuk di penjara selama 3 bulan sebagai tahanan politik.
“Kemudian yang paling fantastis pada zaman reformasi adalah amandemen undang undang dasar. Itu luar biasa. Saya waktu itu Ketua Fraksi di Golkar. Fraksi PDIP ketuanya Arifin Panigoro. Kami kompak sekali,” katanya.
Namun usaha keduanya tak mudah karena Ketum PDIP Megawati Soekarno Putri tak menghendaki amandemen tersebut. Akhrinya setelah berjuang keras melobi dan menjelaskan kepada Mega, usulan tersebut diterima.
“Wah lega sekali rasanya waktu Arifin datang bawa kabar itu,” ujar Fahmi.
Diakhir ceritanya, ayah dari anggota DPD Fahira Idris itu berpesan pada generasi muda untuk terus berjuang dan sebagai penerus bangsa, generasi muda harus membawa bangsa Indonesia ke arah lebih baik menuju kemajuan
3010-2019-PU | 923.2 RAM f-1 | Secondary and Pre-University's Library (Pre-University) | Tersedia - Bahasa Indonesia |
3011-2019-SC | 923.2 RAM f-2 | Secondary and Pre-University's Library (Secondary) | Tersedia - Bahasa Indonesia |
Tidak tersedia versi lain